Senin, 27 Oktober 2014
PUISI DOA KARYA CHAIRIL ANWAR
Doa
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku,
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Menyebut Kau penuh seluruh
CahayaMu panas suci
Tinggal kerdip lilin
di kelam sunyi
Tuhanku,
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku,
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku,
Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
(Chairil Anwar: Deru Campur Debu)
MAKNA PUISI
Chairil Anwar mengawali puisinya ini dengan kata Tuhanku. Ini menguatkan judul puisi Chairil Anwar yang memang tengah memanjatkan doa kepada Tuhan aku lirik. Bahkan kata Tuhanku ini diulang-ulang Chairil sampai empat kali dan itu pun selalu berdiri sendiri tanpa didampingi oleh kata-kata lain. Ini dapat berarti dua hal, pertama, Tuhan tidak dapat disejajarkan dengan apa pun. Kedua, untuk memperkuat kekhusyukan aku lirik dalam berdoa.
Dalam termangu
Aku masih mengingat namaMu
Ini menunjukkan keteguhan hati aku lirik yang benar-benar mengingat Tuhannya, walau dalam termangu sekali pun. Untuk memperkuat hal itu, Chairil pun menambahkan biar susah sungguh/ menyebut kau penuh seluruh. Aku lirik, ketika menyebut nama Tuhannya, tak sedikit pun dalam pikirannya terbersit untuk memikirkan hal lain yang dapat merusak kedekatan dengan Tuhannya itu.
Bait pertama puisi ini juga dapat berarti prolog sebuah doa. Mengapa saya katakan sebagai prolog? Dalam setiap doa seorang hamba kepada Tuahnnya, pujian kepada Tuhan biasa diucapkan pendoa. Kembali kita ambil contoh orang Islam. Orang Islam biasa memulai doanya dengan ucapan alhamdulillah yang notabene merupakan pujian kepada Allah. Selanjutnya pendoa mengucapkan pujian-pujian lain dan terima kasih pendoa atas segala yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Sebuah awal yang mirip basa-basi. Barulah kemudian pendoa mengeluarkan keluhannya dan segala permohonan yang diinginkannya. Rupanya Chairil menghafal tata cara berdoa seperti ini yang merupakan cara berdoa konvensional dan berlaku bagi semua makhluk (manusia) di dunia. Ini dimaksud agar terjalin sinergitas dan kedekatan antara Tuhan dengan hambanya.
Tetapi, benar-benar ingatkah aku lirik pada Tuhannya? Manusia tidak pernah luput dari salah dan dosa. Begitu pula aku lirik. Ia pun pernah melakukan kesalahan yang menurutnya seakan-akan membuat ia merasa jauh dari Tuhannya. Bahkan cahaya Tuhan yang panas suci memancar hanya tinggal kerdip lilin saja pada aku lirik. Tertutup oleh dosa yang telah diperbuatnya itu.
Chairil sadar bahwa akibat dosanya itu ia seakan merasa bahwa ia sudah hilang bentukdan remuk. Ia tak mengenali dirinya lagi.
Akibat dari perbuatannya itu, ia merasa bahwa dirinya telah jauh dari Tuhannya. Aku mengembara di negeri asing kata Chairil melalui aku lirik, mengenang perbuatannya itu. Asing, karena apa yang dikerjakannya itu bertentangan dengan apa yang sudah diperintahkan Tuhannya.
Akan tetapi, bila sudah begitu, apakah aku lirik akan terus mengurung diri dalam kubangan dosanya? Tidak! Ia harus kembali kepada Tuhannya karena tidak ada tempat berpaling lagi jika bukan padaNya. Oleh karena itu, di akhir puisinya, Chairil menuliskan Di pintuMu aku mengetuk// Aku tidak bisa berpaling.
Memang seperti kita ketahui selama hidupnya, Chairil Anwar dikenal sebagai seorang sastrawan yang bohemian. Artinya, hidupnya terkesan hura-hura. Sehingga dari kehidupannya itu ia merasa bahwa ia telah melakukan kesalahan yang membuat ia merasa jauh dari Tuhannya. Inilah yang melatarbelakangi munculnya sajak Chairil Anwar berjudul “Doa” ini.
Sumber :
http://andiknight.blogspot.com/2014/02/puisi-kontemporer-dan-maknanya.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar